Laporan Praktikum Genetika Tumbuhan
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN
ACARA V
PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL
Semester :
Ganjil 2015
Oleh :
Rifa Azzahro
A1L014184/8
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN BIOTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2015
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persilangan dihibrida merupakan
perkawinan dua individu dengan dua sifat beda. Dengan persilangan ini dapat
dibuktikan kebenaran hukum Mendel II yang menyatakan bahwa gen – gen yang
terletak pada kromosom yang berlainan akan secara bebas dan menghasilkan empat
macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 :1. Dalam kenyataannya, seringkali
terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan
oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya gen yang bersifat
homozigot letal dan sebagainya.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut bukan berarti tidak mengikuti kaidah
Hukum Mendel. Hanya saja perbandingan fenotipnya sedikit bergeser. Seperti
halnya pada epistatis dominan yang memiliki perbandingan 12:3:1. Pada dasarnya
angka 12 pada perbandingan tersebut merupakan penyatuan dari angka 9 dan 3 pada
perbandingan Hukum Mendel. Perubahan tersebut dapat terjadi karena gen indukan
yang dominan bersifat epistatis atau menutupi gen resesif. Sehingga sifat
resesif yang ada pada 3 bagian tersebut tidak terlihat.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui adanya
penyimpangan pada Hukum Mendel II.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Cahyono (2010) melaporkan bahwasannya hukum pewarisan
Mendel adalah hukum yang mengatur pewarisan sifat secara genetik dari satu
organisme kepada keturunannya. Hukum ini didapat dari hasil penelitian Gregor
Johann Mendel, seorang biarawan Austria. Hukum tersebut terdiri dari dua
bagian:
1.
Hukum Pertama Mendel (hukum pemisahan atau segregation)
Isi dari hukum segregasi :
“ Pada waktu berlangsung pembentukan gamet,
setiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang
terbentuk.”
2. Hukum Kedua Mendel (hukum berpasangan secara
bebas atau independent assortment)
Isi dari hukum pasangan bebas :
“ Segregasi suatu pasangan gen tidak
bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet
yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas.”
Welsh (1991) menambahkan bahwasannya masing-masing faktor
keturunan mempunyai peluang matematika yang tidak saling menentukan dalam
pemunculan pewarisan sifatnya pada tanaman. Istilah dihibrida menjelaskan
adanya pewarisan faktor keturunan yang mempunyai perbandingan jumlah individu
9:3:3:1 atau dengan variasi perbandingan angka itu.
Namun pada kenyataannya, dominansi suatu alele terhadap
alele yang lain tidak selalu terjadi. Penampakan suatu gen dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, spesies, fisiologis,
genetik, dan macam-macam faktor lainnya. Tidak adanya dominansi telah diketahui
pada awal sejarah penelitian gen. Perubahan pengaruh dominansi ini timbul
karena interaksi alele, baik antara alele pada lokus yang sama maupun pada
lokus yang berbeda (Crowder, 1990).
Interaksi gen merupakan peristiwa dua gen atau lebih yang
bekerjasama dalam memperlihatkan fenotip (Pratiwi, 2000). Interaksi gen mula-mula ditemukan oleh William Bateson dan R.C Punet pada
bentuk pial ( jengger ). Pada saat perkawinan ayam berjengger rose dengan pea
didapatkan F1 yang semuanya bertipe walnut. Timbulnya fenotipe baru yang muncul
dari perkawinan antara ayam berjengger walnut dengan sesamanya disebabkan oleh
interaksi gen.
Menurut Yatim (2003), interaksi gen dapat terjadi dalam 4
bentuk :
a.
Komplementer
b. Kriptomeri
c. Epistatis
d.
Polimeri
Kemudian Sobir dan Syukur (2015) melaporkan
lebih lanjut bahwasannya aksi gen dari suatu lokus dapat menutupi aksi dari
gen-gen pada lokus yang lain. Interaksi ini dikenal dengan istilah epistatis.
Epistatis artinya menutupi gen lain. Gen yang ditutup disebut juga dengan
hypostatis. Proses ini berlangsung bila paling sedikit ada dua lokus yang
mengendalikan pemunculan satu sifat / karakter. Misalnya ada 2 pasang gen yang
memisah secara bebas, tetapi saling berinteraksi, pada banyak peristiwa
interaksi nisbah yang diharapkan 9:3:3:1 akan berubah.
Tabel 1. Modifikasi nisbah (9:3:3:1) untuk dua lokus yang bersegregasi
bebas, akibat adanya interaksi antar-lokus (Sobir dan Syukur, 2015).
No.
|
Rasio
|
Keterangan
|
Istilah yang digunakan oleh beberapa penulis
|
|
Tanpa Interaksi
|
||
1.
|
9:3:3:1
|
Dominansi lengkap dari kedua gen; fenotipe baru dihasilkan
dari interaksi antara alel dominan dan interaksi antara alel homozigot
resesif
|
-
|
|
Komplementasi
|
||
2.
|
9:3:4
|
Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika gen bersifat
homozigot resesif, gen tersebut menekan/ menutupi sifat fenotipe gen lainnya.
|
Epistatis resesif
|
3.
|
9:7
|
Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika salah satu gen
bersifat homozigot resesif, gen tersebut menekan/ menutupi sifat fenotipe gen
lainnya.
|
Epistatis resesif ganda
|
|
Modifikasi
|
||
4.
|
12:3:1
|
Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika salah satu gen
bersifat dominan, maka gen tersebut akan menekan/ menutupi sifat fenotipe gen
lainnya.
|
Epistatis/ Epistatis dominan
|
5.
|
7:6:3
|
Dominansi lengkap oleh salah satu gen dan dominansi
parsial oleh gen lainnya.
|
-
|
6.
|
13:3
|
Dominansi lengkap oleh kedua gen; apabila kedua gen
dominan, maka akan menekan/ menutupi sifat fenotipe gen lainnya.
|
Epistatis dominan dan resesif / Faktor inhibitory
|
|
Duplikasi
|
||
7.
|
15:1
|
Dominansi lengkap oleh kedua gen; apabila salah satu
gen dominan, maka akan menekan/ menutupi sifat gen lainnya.
|
Epistatis dominan ganda
|
8.
|
9:6:1
|
Dominansi lengkap oleh kedua gen; ketika kedua gen
dalam kondisi dominan, maka akan menekan/ menutupi sifat gen lainnya.
|
Interaksi gen/ Polimerism/ Faktor additif
|
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini meliputi :
kantong plastik dan kancing warna. Alat yang digunakan antara lain : lembar
pengamatan dan alat tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Kantong plastik berisi kancing warna diambil,
kemudian dikocok hingga homogen.
2. Dari dalam kantong diambil satu butir kancing,
kemudian dicatat hasilnya.
3. Pengambilan kancing dilakukan sebanyak 90 kali
dan 160 kali, kemudian dicatat pada lembar pengamatan.
4. Data dianalisa dengan uji Chi-Square.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Gen Duplikat
dengan Efek Kumulatif (9:6:1)
Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
||
Kuning
|
Merah
|
Hitam
|
||
O
|
61
|
23
|
6
|
90
|
E
|
50,625
|
33,75
|
5,625
|
90
|
(│O - E│) 2
|
107,64
|
115,5625
|
0,14
|
223,34
|
|
2,13
|
3,424
|
0,02
|
5,57
|
X2 Tabel =
5,99
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
perbandingan.
Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
||
Hitam
|
Putih
|
Kuning
|
||
O
|
96
|
56
|
8
|
160
|
E
|
90
|
60
|
10
|
160
|
(│O - E│) 2
|
36
|
16
|
4
|
56
|
|
0,4
|
0,27
|
0,4
|
1,07
|
X2 Tabel =
5,99
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
perbandingan.
Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis
Dominan Duplikat (15:1)
Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
|
Hijau (H)
|
Kuning (K)
|
||
O
|
85
|
5
|
90
|
E
|
84,375
|
5,625
|
90
|
((O - E) – 0,5) 2
|
0,016
|
0,016
|
0,032
|
|
1,896 × 10 -4
|
28,4 × 10 -4
|
30,34 × 10 -4
|
X2 Tabel =
3,84
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
teori
Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
|
Hijau (H)
|
Kuning (K)
|
||
O
|
153
|
7
|
160
|
E
|
150
|
10
|
160
|
((O - E) – 0,5) 2
|
6,25
|
6,25
|
13
|
|
0,04167
|
0,625
|
0,667
|
X2 Tabel =
3,84
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
teori
Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis
Dominan (12:3:1)
Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
||
Coklat
|
Kuning
|
Hijau
|
||
O
|
65
|
22
|
3
|
90
|
E
|
67,5
|
16,87
|
5,625
|
90
|
(│O - E│) 2
|
6,25
|
26,265
|
6,89
|
39,405
|
|
0,0925
|
1,5564
|
1,2248
|
2,8737
|
X2 Tabel =
5,99
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
perbandingan.
Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
||
Coklat
|
Kuning
|
Hijau
|
||
O
|
130
|
25
|
5
|
160
|
E
|
120
|
30
|
10
|
160
|
(│O - E│) 2
|
100
|
25
|
25
|
150
|
|
0,8333
|
0,8333
|
2,5
|
4,1667
|
X2 Tabel =
5,99
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
perbandingan.
Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis
Dominan Resesif (13:3)
Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
|
P
|
C
|
||
O
|
72
|
18
|
90
|
E
|
73,125
|
16,875
|
90
|
((O - E) – 0,5) 2
|
1,265
|
1,265
|
2,53
|
|
0,017
|
0,074
|
0,091
|
X2 Tabel =
3,84
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
teori
Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
|
K
|
H
|
||
O
|
132
|
28
|
160
|
E
|
130
|
30
|
160
|
((O - E) – 0,5) 2
|
4
|
4
|
8
|
|
0,030
|
0,130
|
0,160
|
X2 Tabel =
3,84
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
teori
Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis
Resesif (9:3:4)
Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
||
K
|
M
|
H
|
||
O
|
44
|
22
|
24
|
90
|
E
|
50,625
|
16,875
|
22,5
|
90
|
(│O - E│) 2
|
43,89
|
26,52
|
2,25
|
72,66
|
|
0,866
|
1,57
|
0,1
|
2,536
|
X2 Tabel =
5,99
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
perbandingan.
Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
||
H
|
K
|
P
|
||
O
|
87
|
28
|
45
|
160
|
E
|
90
|
30
|
40
|
160
|
(│O - E│) 2
|
9
|
4
|
25
|
38
|
|
0,1
|
0,13
|
0,625
|
0,855
|
X2 Tabel =
5,99
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
perbandingan.
Jenis Penyimpangan Hukum Mendel : Epistatis
Resesif Duplikat (9:7)
Tabel 1. Perhitungan X 2 90 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
|
Hitam
|
Hijau
|
||
O
|
35
|
55
|
90
|
E
|
39,37
|
50,62
|
90
|
((O - E) – 0,5) 2
|
23,71
|
15,05
|
38,76
|
|
0,6
|
0,29
|
0,89
|
X2 Tabel =
3,84
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
teori
Tabel 2. Perhitungan X 2 160 × Pengambilan Kancing
|
Karakteristik
|
Jumlah
|
|
Hijau
|
Kuning
|
||
O
|
64
|
96
|
160
|
E
|
70
|
90
|
160
|
((O - E) – 0,5) 2
|
30,25
|
30,25
|
60,5
|
|
0,43
|
0,33
|
0,76
|
X2 Tabel =
3,84
Kesimpulan = percobaan telah sesuai dengan
teori
B. Pembahasan
Persilangan antara dua individu yang memiliki
dua sifat beda pada umumnya mengikuti Hukum Mendel II yakni memiliki
perbandingan 9:3:3:1. Namun, pada kenyataannya sering kali dijumpai
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
pada anakannya. Menurut Crowder (1990), adanya dominansi suatu alele terhadap
alele yang lain tidak selalu terjadi. Penampakan suatu gen dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, spesies, fisiologis,
genetik, dan macam-macam faktor lainnya. Tidak adanya dominansi telah diketahui
pada awal sejarah penelitian gen. Perubahan pengaruh dominansi ini timbul
karena interaksi alele, baik antara alele pada lokus yang sama maupun pada
lokus yang berbeda.
Selanjutnya, Sobir dan Syukur (2015) melaporkan
bahwasannya interaksi antar-lokus merupakan peristiwa yang terjadi antara dua
gen atau lebih yang berbeda lokus dan saling berinteraksi dalam menghasilkan
suatu penampilan atau fenotipe. Aksi gen dari satu lokus dapat menutupi aksi
dari gen-gen pada lokus yang lain. Mendel pada saat mengenalkan teorinya
menggambarkan seolah-olah setiap gen bebas dari gen yang lain dalam pembentukan
genotipe. Pada kenyataannya suatu fenotipe merupakan hasil suatu rangkaian
proses metabolisme yang pada setiap tahapannya terlibat satu gen. Jadi satu
sifat itu sebenarnya merupakan hasil kerja sederetan gen.
Adanya interaksi gen yang menimbulkan
penyimpangan Hukum Mendel dapat dilihat pada warna kulit biji (aleuron) jagung.
Pada tanaman jagung, terdapat gen C yang menumbuhkan bahan mentah pigmen dan
gen R yang menumbuhkan pigmentasi aleuron. Kulit biji jagung hanya akan
berwarna jika gen C dan gen R hadir bersama-sama dalam satu individu. Jika
hanya salah satu atau tak ada keduanya, kulit biji itu akan berwarna putih atau
dengan kata lain tak berwarna. Maka dari itu, perbandingan awal Mendel yakni
9:3:3:1 akan berubah menjadi 9:7. Angka 7 merupakan kumulasi dari angka 3,3,
dan 1yang mewakili genotip C_rr, ccR_, dan ccrr. Ketiga gen tersebut tidak
memenuhi persyaratan guna memunculkan warna pada aleuron sehingga ketiganya
dikumulatifkan. Hal ini dapat dikatakan telah menyimpang dari Hukum Mendel II
yang memiliki perbandingan 9:3:3:1 (Yatim, 2003).
Interaksi gen yang menimbukan aksi gen dari satu lokus
dapat menutupi aksi dari gen-gen pada lokus lain dikenal dengan istilah
epistatis. Sebuah atau sepasang gen yang menutupi ( mengalahkan ) ekspresi gen
yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis.
Peristiwanya disebut epistasis dan hipostasis. Peristiwa epistasis dapat
dibedakan sebagai berikut :
1.
Epistasis
dominan
Epistasis dominan adalah peristiwa
dimana gen yang dominan menutupi gen dominan lain
yang bukan alelnya. E. W. Sinnot (dalam Yatim, 2003) melakukan penelitian terhadap warna buah
labu summer squash (Cucurbita pepo. Warna pada buah tersebut ternyata
diatur oleh 2 gen yaitu Y-y dan W-w dengan Y = kuning; y =hijau; W = epistatis;
dan w = tak mengalahkan. Adanya gen W menghalangi pertumbuhan warna sehingga
buah akan berwarna putih.
Jika dilakukan persilangan antara labu putih murni (WWYY) dengan hijau
murni (wwyy), maka F1 akan berfenotipe putih (WwYy). Selanjutnya, jika antar F1
disilangkan, maka akan menghasilkan perbandingan 12: 3: 1 dengan keterangan 12
untuk putih (W_Y_ dan W_yy); 3 untuk kuning (wwY_); dan 1 untuk hijau (wwyy).
Hal tersebut secara fenotip memang menyimpang dari Hukum Mendel II, namun
secara genotip sebenarnya perbandingannya tetap mengikuti kaidah Hukum Mendel
II yakni 9:3:3:1. Demikian ini bagan persilangannya :
P1 : WWYY >< wwyy
(putih) (hijau)
F1 : WwYy
(putih)
F2 :
|
WY
|
Wy
|
wY
|
wy
|
WY
|
WWYY
|
WWYy
|
WwYY
|
WwYy
|
Wy
|
WWYy
|
WWyy
|
WwYy
|
Wwyy
|
wY
|
WwYY
|
WwYy
|
wwYY
|
wwYy
|
wy
|
WwYy
|
Wwyy
|
wwYy
|
Wwyy
|
Ratio F2 : a. Genotipe : 9 W_Y_
: 3W_yy : 3 wwY_ : 1 wwyy
b. Fenotipe :
12 putih : 3 kuning : 1 hijau
2.
Epistasis
resesif
Epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen
lain yang buakan alelenya. Hanya jika terdapat alele dominan pada lokus
tersebut, alel pada lokus lain dapat diekspresikan. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe
9:3:4 (Sobir dan Syukur, 2015). Peristiwa ini biasanya terjadi pada persilangan bunga Linaria maroccana warna merah ( AAbb
) dengan Linaria maroccana warna putih ( aaBB ). Jika kedua alel dominan A dan B hadir dalam
satu individu, maka bunga akan berwarna ungu.hal tersebut dapat diamati pada
tabel dibawah ini :
Tabel 2. Rasio genotipe dan fenotipe F2 pada
warna bunga Linaria maroccana (Sobir dan Syukur, 2015)
AABB (1)
|
AABb (2)
|
AaBB (2)
|
AaBb (4)
|
AAbb (1)
|
Aabb (2)
|
aaBB (1)
|
aaBb (2)
|
Aabb (1)
|
9
|
3
|
4
|
||||||
Ungu
|
merah
|
putih
|
3.
Epistasis
dominan resesif
Epistasis
dominan resesif terjadi karena terdapat
dua gen dominan yang jika
bersama-sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan
tersebut (Pratiwi, 2000). Hal ini biasanya terjadi pada warna bulu ayam. Menurut
Yatim (2003), pada ayam ras ada interaksi anatara 2 gen yaitu antara gen I-i
dan C-c dengan I = epistatis; i = tak menghalangi; C = ada pigmentasi; c = tak
ada pigmentasi. Jika I tak hadir dan C hadir (iiC_), maka bulu akan berwarna
hitam atau coklat. Sedangkan untuk individu lain yang tidak bergenotipe
demikian bulu akan berwarna putih. Perbandingan pada persilangan ini yaitu 13 :
3, dengan 13 berwarna putih (I_C_; I_cc; dan iicc) dan 3 berwarna hitam tu
coklat (iiC_).
4.
Adanya gen
resesif rangkap
Menurut Sobir dan Syukur (2015), epistatis resesif ganda (duplikat resesif)
adalah fenotipe yang sama dihasilkan oleh kedua genotipe homozigot resesif. Dua
gen resesif berifat epistatik terhadap alele dominan dengan kata lain perlu
interaksi komplementasi antara gen dominan tertentu dengan gen dominan lainnya.
Penyimpangan ini dapat terjadi warna bunga tanaman kapri (Pisum sativum).
Pada persilangan antara tetua berwarna putih (CCpp) dengan tetua berwarna bunga
putih lainnya (ccPP) dihasilkan tanaman F1 berwarna bunga ungu (CcPp). Pada
populasi F2, terjadi segregasi, yaitu 9 berwarna bunga ungu : 7 berwarna bunga
putih. C adalah gen dominan yang diperlukan untuk pembentukan warna; sedangkan
P adalah gen dominan menghasilkan pigmen ungu. Keberadaan keduanya secara
bersama-sama menghasilkan bunga berwarna ungu (C_P_).
5.
Adanya gen
dominan rangkap
Epistatis dominan ganda berlangsung karena dua gen memproduksi bahan yang
sama dan menghasilkan fenotipe yang sama. Interaksi antara dua gen tidak harus
selalu bertentangan. Terkadang terdapat kedua gen yang saling mensubstitusi
peran masing-masing dalam menghasilkan suatu protein atau enzim. Kedua gen
tersebut inilah yang berperan dalam menghasilkan rasio sifat fenotipe pada
generasi F2 menjadi 15 : 1 (Sobir dan Syukur, 2015).
Fenomena ini dapat terlihat pada hibrida 2 varietas gandum yang berbiji
merah (AABB) dan yang berbiji putih (aabb). F1 berwarna perantaraan /
intermediet (AaBb). Sedangkan F2 terdiri dari 1/16 merah (AABB), 4/16 merah
gelap (AABb-AaBB), 6/16 sedang (sama dengan F1), 4/16 merah terang (Aabb-aaBb),
dan 1/16 putih (aabb). Kalau dibulatkan perbandingan untuk yang berwarna (merah)
dan yang berwarna putih ialah 15 : 1 (Yatim, 2003).
6.
Adanya gen –
gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif
Peristiwa ini terjadi jika salah satu gen di satu lokus memiliki alele
dominan (homozigot atau heterozigot) menghasilkan fenotipe yang sama. Contohnya
pada persilangan buah summer squash (Curcubita pepo) berbentuk disc
(AABB) dengan bentuk buah panjang (aabb), maka akan menghasilkan 100% F1 dengan
bentuk disc (AaBb). Ketika F1 dibiarkan menyerbuk sendiri, terdapat buah yang
berbentuk disc, bulat, dan panjang dengan perbandingan 9 : 6: 1. Hal tersebut
dapat diamati pada tabel sebaran F2 berikut ini :
Tabel 3. Rasio genotipe dan fenotipe F2 pada
bentuk buah summer squash (Sobir dan Syukur, 2015)
AABB (1)
|
AABb (2)
|
AaBB (2)
|
AaBb (4)
|
AAbb (1)
|
Aabb (2)
|
aaBB (1)
|
aaBb (2)
|
Aabb (1)
|
|
9
|
6
|
1
|
|||||||
disc
|
bulat
|
panjang
|
|||||||
Pengetahuan mengenai penyimpangan Hukum Mendel
ini sebenarnya merupakan tahap untuk mempermudah para ilmuwan maupun
orang-orang yang tertarik pada bidang ilmu genetika dalam menganalisa jenis gen
indukan maupun gen dari suatu varietas. Pengetahuan tersebut bermanfaat pada
saat akan menyilangkan suatu varietas. Hal tersebut nantinya akan bermuara pada
pengusahaan hasil seperti yang
diharapkan oleh pemulia.
Pada pengujian dengan jenis penyimpangan gen
duplikat denga efek kumulatif yang memiliki perbandingan 9 : 6 : 1, didapatkan
hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk kuning = 61 butir, merah
= 23 butir dan hitam = 6 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali,
didapatkan kancing berwarna hitam = 96 butir, putih = 56 butir dan kuning = 8
butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata
nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 5,99. Maka dari
itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum
Mendel yang termasuk dalam golongan gen duplikat dengan efek kumulatif.
Percobaan dapat sesuai denga teori dikarenakan populasi yang digunakan homogen.
Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing kuning bersifat dominan terhadap
dua kancing lainnya. Begitu pula pada kancing hitam pada pengambilan 160 kali
yang lebih dominan dibandingkan dua kancing lainnya.
Pada pengujian dengan jenis penyimpangan
epistatis dominan duplikat/polimeri yang memiliki perbandingan 15 : 1,
didapatkan hasil observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk hijau = 85
butir dan kuning = 5 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali,
didapatkan kancing berwarna hijau = 153 butir dan kuning = 7 butir. Setelah
kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung
keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 3,84. Maka dari itu, data dua
jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang
terjmasuk dalam golongan epistatis dominan duplikat. Percobaan ini dapat sesuai
dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada
pengambilan 90 kali, kancing hijau bersifat dominan terhadap kancing kuning.
Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing hijau bersifat dominan terhadap
kancing kuning.
Pada pengujian dengan jenis penyimpangan
epistatis dominan yang memiliki perbandingan 12 : 3 : 1, didapatkan hasil
observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk cokelat = 65 butir, kuning =
22 butir dan hijau = 3 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali,
didapatkan kancing berwarna kuning = 130 butir, hijau = 25 butir dan merah = 5
butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square ternyata
nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 5,99. Maka dari
itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum
Mendel yang terjmasuk dalam golongan epistatis dominan. Percobaan ini dapat
sesuai dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu,
pada pengambilan 90 kali, kancing cokelat bersifat dominan terhadap dua kancing
lainnya. Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing kuning bersifat dominan
terhadap dua kancing lainnya.
Pada pengujian dengan jenis penyimpangan
epistatis dominan resesif yang memiliki perbandingan 13 : 3, didapatkan hasil
observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk P = 72 butir dan C = 18 butir.
Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing K = 132 butir
dan H = 28 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke dalam uji Chi-Square
ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang melebihi nilai X tabel = 3,84.
Maka dari itu, data dua jenis pengambilan tersebut sesuai dengan penyimpangan
Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan epistatis dominan resesif. Percobaan
ini dapat sesuai dengan teori karena populasi yang digunakan bersifat homogen.
Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing P bersifat dominan terhadap
kancing C. Begitu pula pada pengambilan 160 kali, kancing K bersifat dominan
terhadap kancing H.
Pada pengujian dengan jenis penyimpangan
epistatis resesif yang memiliki perbandingan 9 : 3 : 4, didapatkan hasil
observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk K = 44 butir, M = 22 butir dan
H = 24 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing H
= 87 butir, K = 28 butir dan P = 45 butir. Setelah kedua data dimasukkan ke
dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang
melebihi nilai X tabel = 5,99. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan
tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan
epistatis resesif. Percobaan ini dapat sesuai dengan teori karena populasi yang
digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali, kancing K
bersifat dominan terhadap dua kancing lainnya. Begitu pula pada pengambilan 160
kali, kancing H bersifat dominan terhadap dua kancing lainnya.
Pada pengujian dengan jenis penyimpangan
epistatis resesif duplikat yang memiliki perbandingan 9 : 7, didapatkan hasil
observasi pada pengambilan kancing 90 kali untuk hijau = 55 butir dan hitam =
35 butir. Sedangkan pada pengambilan kancing 160 kali, didapatkan kancing
berwarna kuning = 96 butir dan hijau = 64 butir. Setelah kedua data dimasukkan
ke dalam uji Chi-Square ternyata nilai X hitung keduanya tidak ada yang
melebihi nilai X tabel = 3,84. Maka dari itu, data dua jenis pengambilan
tersebut sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel yang terjmasuk dalam golongan
epistatis resesif duplikat. Percobaan ini dapat sesuai dengan teori karena
populasi yang digunakan bersifat homogen. Selain itu, pada pengambilan 90 kali,
kancing hijau bersifat dominan terhadap kancing hitam. Begitu pula pada
pengambilan 160 kali, kancing kuning bersifat dominan terhadap kancing hijau.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penyimpangan Hukum Mendel dapat disebabkan
oleh faktor-faktor lingkungan, umur, jenis kelamin, spesies, fisiologis,
genetik, dan macam-macam faktor lainnya.
2. Sebuah atau sepasang gen yang menutupi (
mengalahkan ) ekspresi gen yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang
epistasis. Gen yang
dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis.
3. Peristiwa epistasis dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
Epistasis
dominan (12:3:1)
b.
Epistasis
resesif (9:3:4)
c.
Epistasis
dominan resesif (13:3)
d.
Adanya gen
resesif rangkap (15:1)
e.
Adanya gen
dominan rangkap (9:7)
f.
Adanya gen –
gen rangkap yang mempunyai pengaruh kumulatif (9:6:1).
B.
Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum ini, praktikan
mengambil kancing warna dengan teliti. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi
kesalahan pada saat memasukkan data.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Fransisca. 2010. Kombinatorial dalam Hukum
Pewarisan Mendel. Makalah II2092 probabilitas dan Statistik – Sem. I.
Program Studi Teknik Informatika Institut teknologi Bandung.
Crowder, L.V. 1990. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta
: Gajah Mada University Press.
Pratiwi D.A. 2000.
Biologi . Jakarta : Erlangga.
Sobir dan M. Syukur. 2015. Genetika Tanaman. Bogor
: IPB Press.
Welsh, J. R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan
Tanaman. Jakarta : Erlangga.
Yatim, Wildan. 2003. Genetika. Bandung : Tarsito.
Komentar
Posting Komentar