Laporan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH
ACARA I
Penyiapan Contoh Tanah
Oleh :
Nama :
Rifa Azzahro
NIM :
A1L014184
Rombongan :
C.2
PJ Asisten : Yeni Fatimah
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Makhluk hidup yang dapat menghasilkan
makanannya sendiri hanyalah tumbuhan. Manusia dan hewan sangat bergantung
hidupnya pada ketersediaan tumbuhan. Maka dari itu, tanah sebagai media utama yang
disediakan alam untuk tempat tumbuh tanaman haruslah dikelola dengan baik.
Pada masa
pembangunan seperti sekarang tanah yang awalnya dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian sudah mengalami perubahan menjadi pemukiman penduduk.
Desa-desa berkembang menjadi kota. Semakin bertambahnya
populasi manusia bertambah pula kebutuhan tanah untuk bermukim, sehingga lahan
pertanian akan semakin berkurang sedangkan kebutuhan pangan manusia semakin
meningkat. Hal ini sudah menjadi fenomena umum dalam kehidupan. Oleh karena itu
tanah harus digunakan sebaik-baiknya dan seefisien mungkin.
Agar jumlah produksi meningkat, dibutuhkan
media yang baik bagi tumbuh kembang tanaman. Media yang baik bagi pertumbuhan
tanaman harus mampu menyediakan kebutuhan tanaman seperti air, udara, unsur
hara, dan terbebas dari bahan-bahan beracun dengan konsentrasi yang berlebihan.
Maka dari itu, sifat-sifat tanah sangat penting untuk dipelajari agar dapat
memberikan media tumbuh yang ideal bagi tanaman. Pengambilan contoh tanah
menjadi tahapan penting untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah agar dapat
menggambarkan keadaan tanah di lapang.
B. Tujuan
Menyiapkan contoh tanah kering udara berdiameter 2mm dan 0,5 mm.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang
unik dan terdiri dari lapisan-lapisan atau horizon-horison yang berkembang
secara genetik. Proses-proses pembentukan tanah atau perkembangan horizon dapat
dilihat sebagai penambahan, pengurangan atau translokasi (Foth, 1988).
Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting
untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah di laboratorium. Sifat-sifat fisik
tanah yang dapat ditetapkan di laboratorium mencakup berat volume (BV), berat
jenis partikel (PD = particle
density), tekstur tanah, permeabilitas tanah, stabilitas agregat
tanah, distribusi ukuran pori tanah termasuk ruang pori total (RPT), pori
drainase, pori air tersedia, kadar air tanah, kadar air tanah optimum untuk
pengolahan, plastisitas tanah, pengembangan atau pengerutan tanah (COLE = coefficient
of linier extensibility), dan ketahanan geser tanah (Suganda et al, 2006).
Pengenalan sifat fisik tanah ditujukan untuk
mengetahui kondisi fisik sebenarnya di lapangan. Dengan mengetahui kondisi
fisik tanah tersebut dapat diperkirakan tingkat produktivitas tanah dan sampai
sejauh mana diperlukan tindakan pengolahan tanah untuk memperbaiki kondisi
tanah tersebut atau tindakan TOT (Tanpa Olah Tanah) lebih sesuai diterapkan
sehingga efisien dan efektif dinilai dari aspek ekonomi dan konservasi tanah (Asmin
et al, 2006).
Soil Taxonomy USDA System adalah suatu sistem
klasifikasi tanah yang bersifat
universal. Hampir semua negara di dunia menggunakan sistem ini untuk
mengklasifikasi tanah, meskipun ada sistem yang lain seperti sistem FAO Unesco.
Di Indonesia terdapat sistem klasifikasi tanah, yaitu sistem Pusat Penelitian
Tanah dan sistem tersebut juga masih dipakai. Soil Taxonomy USDA merupakan
sistem yang dapat diterima oleh semua pihak karena dalam pengklasifikasian
tanah mendasarkan pada sifat tanah yang ditemukan di lapang dan dapat diukur
secara kuantitatif. Selain itu, sistem ini juga berhubungan dengan genesis
tanah yang membentuk morfologi tanah tersebut. Hal ini membuat sistem tersebut
bersifat terbuka untuk tanah-tanah baru yang berbeda dengan tanah yang
ditemukan sebelumnya (Wiyono et al, 2006).
Dalam sistem klasifikasi tanah PPT-Bogor dikenal 20 golongan tanah
yaitu:
1. Organosol: merupakan tanah yang
mempunyai horison histik setebal 50 cm atau lebih dengan bulk density (berat
volume) yang rendah.
2. Litosol: merupakan tanah yang
dangkal yang terdapat pada batuan yang kukuh sampai kedalaman 20 cm dari
permukaan tanah.
3. Ranker: merupakan tanah dengan horison A umbrik
dengan ketebalan 25 cm dan tidak mempunyai horison daignostik lainnya.
4. Rendzina: merupakan tanah dengan horison A molik
yang terdapat diatas batu kapur dengan kadar kalsium karbonat lebih dari 40
persen.
5. Grumosol: merupakan tanah dengan kadar liat lebih
dari 30 persen, bersifat mengembang jika basah dan retak-retak jika kering.
Retak (crack) dengan lebar 1 cm dan dengan kedalaman retak hingga 50 cm dan
dijumpai gilgai atau struktur membaji pada kedalaman antara 25 – 125 cm dari
permukaan.
6. Gleisol: merupakan tanah yang memperlihatkan sifat
hidromorfik pada kedalaman 0 – 50 cm dari permukaan dan dijumpai horison
histik, umbrik, molik, kalsik atau gipsik.
7. Aluvial: merupakan tanah yang berkembang dari bahan
induk alluvial muda, terdapat stratifikasi dengan kadar C organik yang tidak
teratur. Horison permukaan dapat berupa horison A okrik, horison histik atau
sulfuric.
8. Regosol: merupakan tanah yang bertekstur kasar dari
bahan albik dan tidak dijumpai horison penciri lainnya kecuali okrik, hostol
atau sulfuric dengan kadar pasir kurang dari 60 persen pada kedalaman antara 25
– 100 cm dari permukaan tanah.
9. Koluvial: merupakan tanah yang tidak bertekstur
kasar dari bahan albik, tidak mempunyai horison diagnostik lainnya kecuali
horison A umbrik, histik atau sulfurik.
10. Arenosol: merupakan tanah yang bertekstur kasar
dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan
tanah dan hanya mempunyai horison A okrik.
11. Andosol: merupakan
tanah yang berwarna hitam sampai coklat tua dengan kandungan bahan organik
tinggi, remah dan porous, licin (smeary) dan reaksi tanah antara 4.5 – 6.5.
Horison bawah-permukaan berwarna coklat sampai coklat kekuningan dan kadang
dijumpai padas tipis akibat semenatsi silika. Horison A dapat terdiri dari
molik atau umbrik yang terdapat diatas horison kambik. Ciri lainnya adalah BV rendah
(< 85 g/cm3) dan kompleks pertukaran didominasi oleh bahan amorf. Tanah ini
dijumpai pada daerah dengan bahan induk vulkanis mulai dari pinggiran pantai
sampai 3000 m diatas permukaan laut dengan curah hujan yang tinggi serta suhu
rendah pada daerah dataran tinggi.
12. Latosol: merupakan tanah yang mempunyai distribusi
kadar liat tinggi (>60%), KB < 50%, horison A umbrik dan horison B
kambik.
13. Brunizem: merupakan tanah yang mempunyai
distribusi kadar liat tinggi (>60%), gembur, KB > 50%, horison A molik
dan horison B kambik.
14. Kambisol: merupakan tanah yang mempunyai horison B
kambik dan horison A umbrik atau molik, tidak terdapat gejala hidromorfik.
15. Nitosol: merupakan tanah yang mempunyai horison B
argilik dengan penurunan liat kurang dari 20% terhadap liat maksimum, tidak ada
plintit, tidak mempunyai sifat vertik tetapi mempunyai sifat ortoksik (KTK
dengan amoniumasetat < 24 cmpl/kg liat).
16. Podsolik: merupakan tanah yang mempunyai horison B
argilik, kejenuhan basa < 50% dan tidak mempunyai horison albik.
17. Mediteran: merupakan tanah yang mempunyai horison
argilik dengan kejenuhan basa > 50% dan tidak mempunyai horison albik.
18. Planosol: merupakan tanah yang mempunyai horisol E
albik yang terletak diatas horison argilik atau natrik, perubahan tekstur
nyata, adanya liat berat atau fragipan di dalam kedalam 125 cm. Pada horison E
albik dijumpai cirri hidromorfik.
19. Podsol: merupakan tanah yang mempunyai horison B
spodik.
20. Oksisol: merupakan
tanah yang mempunyai horison B oksik (Dudal
et al, 1957).
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Pada praktikum penyiapan contoh tanah, alat utama
yang digunakan adalah mortir dan penumbuknya serta saringan. Ukuran saringan
yang dibutuhkan yaitu yang memiliki diameter lubang 2mm, 1mm, dan 0,5 mm.
Selain itu, dibutuhkan pula tambir untuk peranginan, kantong plastik, spidol
dan label.
Bahan yang dibutuhkan pada praktikum ini
sangat mudah di dapat. Cukup dengan mengambil tanah terganggu dari lapang dalam
jumlah yang diperlukan. Tanah tersebut sebelum digunakan harus sudah
dikeringanginkan selama kurang lebih satu minggu.
B. Prosedur Kerja
1.
Contoh tanah
yang sudah dikeringanginkan ditumbuk dalam mortar secara hati-hati, kemudian
diayak dengan saringan berturut-turut dari yang berdiameter 2mm, 1mm dan 0,5mm.
Contoh tanah yang tertampung diatas saringan 1mm adalah contoh tanah yang
berdiameter 2mm, sedang yang lolos saringan 0,5mm adalah contoh tanah halus
(<0,5).
2.
Contoh tanah
yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastic dan diberi label seperlunya.
IV.
PEMBAHASAN
Setiap
tanah memiliki suatu morfologi tertentu yang dihubungkan dengan suatu kombinasi
faktor-faktor pembentuk tanah yang khas. Terdapat
beberapa jenis tanah yang digunakan dalam praktikum acara I, diantaranya:
vertisol, andisol, inceptisol, entisol dan
ultisol.
1.
Vertisol
Vertisol adalah tanah hitam dan
subur, dapat terbentuk dari berbagai macam bahan induk tanah. Tanah ini mempunyai
sifat yang retak-retak bila kering. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa warna
tanah Vertisol bevariasi, dengan hue berkisar dari 2.5Y hingga 10YR, value
bervariasi dari 2 hingga 6, dan kroma berkisar dari
0 hingga 4. Mineral liat didominasi oleh
smektit, dengan sedikit kaolinit, illit atau vermikulit. Pembentukan tanah
Vertisol terjadi melalui dua proses utama, pertama adalah proses
terakumulasinya mineral 2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses mengembang
dan mengkerut yang terjadi secara periodik sehingga membentuk slickenside atau
relief mikro gilgai. Kation dapat ditukar yang mendominasi
Vertisol sangat tergantung
pada bahan induk tanahnya. Vertisol yang berasal dari bahan volkan
didominasi oleh kation dapat tukar Ca++ diikuti oleh Mg++, yang berasal dari batu gamping
didominasi oleh Ca++, sedangkan yang berasal dari ultrabasa peridotit didominasi oleh Mg++. Nilai
kapasitas tukar kation dari Vertisol tergolong tinggi hingga sangat tinggi dengan
pH berkisar antara 5,5 hingga 7,4. Penggunaan tanah ini untuk pertanian harus
memperhatikan tingginya kandungan kation Ca++ dan Mg++, serta pengelolaan air untuk
menghindarkan tanah dari kondisi kering (Prasetyo, 2007).
Tanah vertisol
termasuk tanah yang unik diantara tanah mineral yang berkembang dari batuan
kapur. Kandungan liat yang tinggi menyebabkan tanah ini mampu mengembang dan
mengkerut. Kandungan bahan organik pada tanah vertisol
umumnya antara 1,5 - 4 %.
2.
Andisol
Tanah andisol merupakan
tanah abu volkan yang mempunyai sifat-sifat khusus terutama kapasitasnya yang
sangat besar dalam menjerap P. Jerapan P ini menyebabkan pemupukan P pada tanah
ini kurang efisien. Tanah ini mempunyai unsur hara yang cukup tinggi,
sehingga tanah jenis ini baik untuk ditanami. Kebanyakan
tanah Andisol memiliki pH antara 5 - 7, dan memiliki kandungan C-organik
berkisar antara 2-5%.
3.
Inceptisol
Tanah Inceptisol (inceptum atau
permulaan) dapat disebut tanah muda karena pembetukannya agak cepat sebagai
hasil pelapukan bahan induk, kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 %
tapi biasanya sekitar 5% . (Saridevi et al, 2013). Tanah ini memiliki lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal,
yaitu dari 130 cm - 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak
begitu jelas. Warnanya merah, coklat sampai kekuning-kuningan. Reaksi tanah berkisar antara pH 4.5-6.5,
yaitu dari asam sampai agak asam. Tekstur seluruh solum tanah ini umumnya
adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah gembur (Sarief,
1979).
4.
Entisol
Di Indonesia tanah entisol
banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan
pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas,
tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan
rendah. Potensi
tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia,
pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai
penyedia asam-asam organik. Tanah Entisol
merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman,
sehingga perlu upaya untuk meningkatkan produktivitasnya dengan jalan pemupukan (Utami, 2003).
5. Ultisol
Tanah ultisol termasuk tanah marginal dan umumnya belum tertangani dengan
baik. Sifat fisik tanah ini umumnya jelek, yaitu mempunyai permeabilitas tanah
yang sangat rendah, drainase buruk, ruang pori makro yang sangat sedikit
sehingga aerasi tanah sangat rendah. Tanah ultisol
umumnya jelek dan kurang menunjang untuk pengembangan di bidang pertanian
seperti aerasi buruk, stabilitas agregat yang kurang stabil, laju infiltrasi
dan permeabilitas lambat, serta daya pegang air (water holding capacity) rendah
(Bondansari et al,
2011). Tanah ultisol yang tersebar luas di
Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai areal pertanaman jagung.
Menurut Hardjowigeno (1995), tanah ordo ultisol terluas
penyebarannya dibandingkan dengan jenis-jenis tanah lainnya yaitu sekitar 30 %
atau sekitar 48.000.000 hektar dari luas daratan di Indonesia terutama di
Sumatera (43,5 %), Kalimantan (29,9 %), Sulawesi (10,3 %) dan Irian Jaya (23,0
%).
Analisis sifat fisik tanah memerlukan contoh
tanah yang berbeda, tergantung tujuannya. Ada beberapa jenis contoh tanah,
diantaranya contoh tanah utuh (unditurbed soil sample), agregat utuh
(undisturbed soil aggregate), dan contoh tanah tidak utuh (diturbed soil
sample). Masing-masing memiliki analisis yang berbeda-beda :
a. Contoh Tanah Utuh : merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan
tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir
menyamai kondisi di lapangan.
b. Contoh Tanah Agregat Utuh : contoh tanah berupa bonkahan alami yang kokoh
dan tidak mudah pecah.
c. Contoh Tanah Terganggu : kondisinya tidak sama dengan keadaan di lapangan, karena
sudah terganggu sejak dalam pengambilan contoh. (Suganda et al, 2006).
Cara-cara pengambilan contoh tanah yang baik :
1. Pertama, kita harus memperhatikan kebersihan permukaan
tanahnya (tanaman, daun-daunan, sisa tanaman, kotoran-kotoran lain). Setelah
benar-benar bersih, baru dilkuakan pengambilan.
2. Contoh tanah individual diambil dengan
menggunakan alat-alat bor tanah, tabung hoffer, cangkul ataupun sekop dari
bagian atau lapisan tanah sedalam 10-20 cm.
3. Contoh-contoh tanah individual (5-20 contoh)
selanjutnya dicampur sehingga merata, bawa ke tempat yang teduh untuk
ditebarkan agar menjadi kering udara.
4. Banyaknya tanah kering udara yang diperlukan
untuk suatu contoh adalah sekitar 500-1.000 gram, kemudian diberi petunjuk
(etiket) dari mana/tempt mana tanah itu diambil, topografi (letak dan tinggi
tempat), jenis tanaman yang sudah dan akan ditanam, pemberian pupuk yang biasa
dilakuakan pada tanahnya, perlakuan-perlakuan lain, warna tanah, pengairan
terhadap air itu, serta penjelasan-penjelasan lainnya yang bersifat khusus dan
mungkin diperlukan.
5. Petunjuk-petunjuk yang ada di tulis kembali
pada label (rangkap dua) kemudian contoh tanah rata-rata yang kering udara itu
dimasukkan ke dalam kantong plastik berikut selembar label, setelah diikat
rapat, label yang satu lagi diikatkan/ditempelkan baik-baik pada bagian luar
kantong. Hal ini untuk mengantisipasi kerusakan yang terjadi pada label yang
berada di luar.
Pembuatan contoh tanah halus untuk keperluan
analisa ada dua cara :
a. Cara kering :
untuk tanah yang bersifat gembur
b. Cara basah : untuk tanah yang berat maupun
berkerikil lunak.
Cara pembutan contoh tanah kering udara
mengguanakan cara kering :
1. Tanah kering udara yang masih
berbongkah-bongkah dihancurkan terlebih dahulu dengan tangan pada lumpang
porselen.
2. Selanjutnya ditumbuk dengan hati-hati sampai
menjadi halus.
3. Tanah kering udara yang telah halus kemudian
diayak dengan pengayak yang lubang-lubangnya berdiameter 2mm. Jika masih
tersisa ditumbuk dan diayak lagi dengan pengayak yang sama, demikian dilakukan
berkali-kali sehingga pada akhirnya tersisa bahan-bahan yang keras dan sukar
untuk dihaluskan lagi.
4. Bahan-bahan kering yang halus hasil pengayakan
dicampur sampai merata. Setelah itu dimasukkan dalam botol yang benar-benar
kering dan tertutup. Kemudian diberi etiket utuk memudahkan pengambilan.
(Sutedjo, 2004).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dalam
tiga macam bentuk : contoh tanah utuh, contoh tanah agregatt utuh dan contoh
tanah terganggu.
2. Pembuatan contoh tanah halus untuk analisa
dibedakan menjadi dua macam yaitu cara kering dan cara basah.
B. Saran
Ada baiknya praktikan dapat melakukan
praktikum ini sendiri. Walaupun terlihat mudah, belum tentu setiap praktikan
dapat membuat berbagai macam jenis contoh tanah. Penggolongan contoh tanah
berdasarkan jenisnya juga perlu dipelajari oleh praktikan. Hal ini untuk
memudahkan praktikan dalam membedakan tanah saat melakukan praktikum lain yang
menggunakan contoh tanah yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Asmin dan Syamsiar. 2006. Pengenalan Sifat Fisik Tanah untuk Kesesuaian Penglolaan Lahan Tanpa
Olah Tanah pada
Lahan Kering di
Sulawesi Tenggara. Bulletin Teknologi dan
Informasi Pertanian. 1:1-12.
Bondansari dan Susiol B S. 2011. Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap BeberapaSifat Fisik
Tanah Ultisol dan Entisol
pada Pertanaman Kedelai (Glycine max L. Merril). Agronomika. Vol. 11. 2:122-135.
Dudal
dan Supraptoharjo. 1957. Klasifikasi Tanah Indonesia. Bogor : Pusat
Penelitian Tanah.
Foth D. Henry. 1988. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hardjowigeno,
S. 1995. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis.
Jakarta: Aka-Press.
Prasetyo, BH.
2007. Perbedaan Sifat-Sifat Tanah Vertisol dari Berbagai Bahan Induk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia .
Vol. 9. 1:20-31
Saridevi,
Gusti Agung Ayu Ratih, et al. 2013. Perbedaan Sifat Biologi Tanah pada Beberapa
Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol, Inceptisol dan Vertisol. E-Jurnal
Agroteknologi Tropika. Vol. 2. No. 1
Suganda,
Husein, et al. 2006. Petunjuk Pengambilan Contoh Tanah.
Sutedjo,
Mul Mulyani. 2004. Analisis Tanah, Air, dan Jaringan Tanaman. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sarief. 1979.
Ilmu Tanah Umum. Bandung : Bagian Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.
Utami SNH dan
Handayani S. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Ilmu
Pertanian. Vol. 10. 2:63-69.
Wiyono,
et al. 2006. Aplikasi Soil Taxonomy pada Tanah-Tanah yang Berkembang dari
Bentukan Karst Gunung Kidul. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 6.
No. 1:13-26.
Komentar
Posting Komentar